Arsip untuk Februari 9, 2011



Chatting terkadang dipersepsikan sebagai kebiasan orang yang tidak punya pekerjaan dan hanya bermalas – malasan, namun siapa sangka berawal dari hal tersebut Musa , 16 tahun yang note bennya beragama yahudi bisa menemukan hidayah dari sana. berikut kisah selengkapnya . . Musa Caplan nama lengkapnya. Baru berusia 16 tahun. Sebelum memeluk Islam, Musa beragama Yahudi. Keluarganya bukanlah dari kalangan Yahudi tradisional (orthodok). Namun ia justru belajar agama dari penganut tradisional. “Aku belajar agama dari kelompok Yahudi Orthodok di sinagog (rumah ibadah kaum Yahudi-red). Demikian pula pendidikan formal juga di sekolah orthodok,” tutur Musa. Tinggal di komunitas Yahudi Orthodok di Amerika Serikat, ia seakan ”putus” kontak dengan dunia luar. Otomatis kala itu Musa tidak punya teman non-Yahudi sama sekali. Melalui bantuan internetlah ia mendapatkanbanyak teman, terutama dari kalangan Islam. Dari diskusi online, ia justru mulai ragu dengan agamanya dan akhirnya bersyahadah via internet. Berikut kisahnya seperti dituturkan di di situs readingislam.com. Kenal Islam lewat internet “Belakangan, sejak kenal internet, aku jadi suka chating. Dari situlah bisa kenalan dengan berbagai macam kalangan, suku dan agama,” imbuhnya. Bahkan, e-mail Musa secara perlahan mulai terisi oleh teman-temannya yang beragama Islam. Sejak saat itulah ia mulai tertarik dan antusias mempelajari Islam. “Aku menaruh perhatian sangat spesial dengan Islam. Kami saling bertukar info tentang Tuhan, nabi, moral, dan nilai-nilai agama. Perlahan aku jadi tahu banyak tentang Islam. Ternyata Islam adalah agama yang penuh damai. Begitupun aku belum bisa menghilangkan imej buruk tentang Islam. Misal ketika kudengar ada serangan teroris, sama seperti yang lainnya, aku menuding Islam itu ekstrem.” aku Musa. Beruntungnya ia punya kenalan online beragama Islam. “Dialah yang telah membuka pintu Islam kepadaku.” Alhasil ia justru jadi banyak bertanya pada dirinya sendiri. Apakah agama Islam mengajarkan hal itu (membunuh orang tak berdosa)? Katanya Nabi Muhammad adalah seorang pejuang besar dan tidak pernah membunuh orang tak berdosa. “Dari diskusi itu aku yakin Islam juga mengajarkan respek, damai, dan toleransi. Tidak pernah disebutkan untuk membunuh orang selain Islam. Dalam Al-Quran ada satu pelajaran yang sangat berharga dan dalam maknanya:”Membunuh seseorang, sama dengan merusak seluruh dunia.” Musa menyitir sebuah ayat Al-Quran. Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. (Al-Ma’idah:32) Setelah yakin Islam bukan agama perang, Musa memutuskan untuk mempelajari Islam lebih mendalam. Ia justru menemukan keragu-raguan dalam agamanya sendiri. “Entah mengapa pandanganku sangat cocok dengan pandangan Islam. Aku bahkan menduga Kitab Perjanjian Lama, misalnya, telah banyak diubah. Diubah semata-mata untuk kepentingan materi.” “Hal menarik lainnya yang membawaku makin condong ke Islam adalah kebenaran ilmiah (scientific truth) yang ada dalam Al-Quran. Kandungan ilmiah Al-Quran luar biasa. Misal Quran menceritakan bagaimana kejadian manusia yang berawal dari sperma manusia. Asal mula kehifupan manusia sebagaimana diceritakan dalam Al-Quran itu jauh sebelum ilmu pengetahuan ditemukan,” tukas Musa mantap. “Al-Quran juga menyatakan bagaimana gunung-gunung dibentuk dan berbicara tentang lapisan atmosfir! Ini semuanya hanya beberapa dari begitu banyaknya penemuan-penemuan ilmiah, yang telah ada dalam Al-Quran 1400-an tahun yang lalu jauh sebelum penemuan-penemuan ilmu pengetahuan saat ini. Inilah salah satu kunci atau faktor yang menghantarku menemukan kebenaran dalam kehidupan,” lanjutnya bersemangat. Musa menambahkan ada banyak website (situs) yang sangat bias dalam mengartikan ayat-ayat tertentu. Misalnya ayat-ayat tentang “perang”. Dikatakannya, kebanyakan situs-situs itu mengambil frase “perang”tersebut untuk membuat opini bahwa Islam agama suka perang. “Padahal tidak demikian. Dalam bahasa Arab, kata Islam berasal dari salama yang bermakna “damai atau selamat”. Aku sangat yakin Islam agama damai.” Tidak berani tinggalkan shalat Menilik usianya yang masih sangat muda dan tinggal di lingkungan kaum Yahudi, Musa menghadapi banyak tantangan. Terutama dari keluarganya. “Sungguh sangat sulit bagi mereka jika tahu aku telah berganti keyakinan. Jujur saja, keluarga dan sanak famili semua sayang padaku. Apa reaksi mereka kala mengetahui anak laki-laki kesayangannya telah masuk Islam? Karena itu, sementara waktu aku tak bisa leluasa memperlihatkan kehidupan Islam secara sempurna dalam kehidupan harian. Namun aku bersyukur kepada Allah, diberikan kekuatan hingga tetap bisa menunaikan shalat lima waktu dengan lancar. Khusus shalat saya berjuang untuk tidak meninggalkannya,” tutur Musa. Menariknya, tatacara amal ibadah dalam Islam, semisal shalat dipelajarinya melalui chatting dengan rekan muslim dan juga browsing di internet. “Paling kurang aku bisa tetap memelihara keyakinan pada Allah. Beberapa hal lain, secara fisik, lumayan sulit mengekspresikannya di khalayak ramai.” Musa belum berani memberitahukan kepada kedua orangtuanya bahwa sudah memeluk Islam. Karena itu pula ia belum berani keluar rumah guna mendatangi mesjid untuk shalat. Seperti disebutkan di atas, tempat tinggalnya adalah kawasan Yahudi Orthodoks dan mesjid yang ada letaknya pun sangat jauh dengan rumahnya. Karena usia yang masih sangat belia, Musa terkadang sulit mengendalikan emosinya. Misal kala berdebat sesuatu tentang Muslim, katakanlah tentang Timur Tengah, hatinya jadi mudah meletup. “Saat diskusi seluruh anggota keluarga sudah pasti mendukung Israel. Mereka tidak tahu bagaimana kenyataan yang sebenarnya. Seperti bangsa Palestina, saya pikir seharusnya mereka memperlakukan rakyat disana secara baik. Ketika keluargaku bicara tentang situasi di sana, terutama saat mereka menyebut-nyebut “Tanah suci bangsa Yahudi” atau “Tanah Impian”, entah kenapa hatiku menolaknya dan bahkan ada rasa marah. Saya jadi gampang tersinggung.” aku Musa panjang lebar. Sulitnya bersyahadah di khalayak ramai “Aku belum mendapatkan kesempatan untuk mengucapkan syahadah dengan disaksikan khalayak ramai. Meskipun begitu aku telah bersyahadah di hadapan yang Maha Menyaksikan, yakni Allah SWT. Nanti ketika umurku sudah cukup dan dianggap dewasa untuk bepergian sendirian, maka aku berniat untuk melangkah ke mesjid, insya Allah. Hal terpenting saat ini adalah meningkatkan kualitas diri (iman),” ujarnya. Diam-diam Musa bahkan mulai berdakwah dengan mengajak rekan-rekan sepermainannya untuk meninggalkan minum-minuman keras, nonton film porno, menjauhi obat-obatan terkarang dan juga menghilangkan kebiasaan mencuri. Namun tentu saja hal itu tidaklah mudah. Musa mencoba semampu yang ia bisa. “Semuanya demi dan untuk Allah. Aku berharap sepanjang waktu yang ada bisa mengerjakan apa yang Allah maui dari hamba-Nya.” Musa, uniknya, tidak mau disebut telah menemukan Islam atau masuk Islam ataupun telah mendapatkan cahaya terang selepas berada dalam kegelapan. Akan tetapi ia ingin dikatakan telah kembali kepada Islam. Semoga Allah menuntunnya kepada jalan yang benar sebagaimana Allah telah tuntun kita semua. Amiin. Dianggap sudah mati Peristiwa masuk Islamnya kalangan Yahudi memang sering bikin heboh. Kebanyakan komunitas dan terlebih keluarga si muallaf tidak bisa menerima hal itu. Seperti peristiwa kaburnya seorang gadis Yahudi baru-baru ini di Yaman. Terakhir diketahui sang gadis telah memeluk Islam. Kabarnya di sana peristiwa seperti itu telah puluhan kali terjadi. Untuk kasus seperti itu, maka pihak keluarga si muallaf Yahudi melakukan upacara kematian dan menganggap salah satu anggota keluarganya telah mati, karena keluar dari agama Yahudi. Maryam Jamilah, penulis buku Islam terkenal dan seorang muallaf Yahudi Amerika yang masuk Islam tahun 1961, pernah mengalami masa-masa sulit selepas berganti keyakinan. Diceritakan kala itu ia dianggap sudah tidak ada lagi oleh anggota keluarganya. “Keluarga saya menyusun opini bahwa saya sudah keluar (dari Yahudi). Saya diperingatkan, dengan memeluk Islam kehidupan saya akan sulit, Karena Islam bukan bagian dari Amerika. Dikatakan mereka, dengan ber-Islam maka saya akan diasingkan dari keluarga dan masyarakat,” kisah wanita yang punya nama asli Margaret Marcus itu sebagaimana disitir Islamreligion. “Jujur saja, pada masa itu saya belum begitu kuat menghadapi serangan dan tekanan seperti itu. Hingga jatuh sakit. Bahjan saya berencana berhenti dari kuliah. Selama dua tahun saya berada dalam perawatan medis khusus,” lanjutnya. Maryam mulai bersentuhan dengan Islam kala baru berumur sepuluh tahun. Satu ketika ia pernah berujar begini. “Delapan tahun di sekolah dasar, lalu empat tahun di sekolah menengah dan satu tahun di akademi. Saya belajar bahasa Inggris, Perancis, Spanyol, Latin dan Yunani, Aritmatika, Geometri, Aljabar, Biologi, Sejarah Eropa dan Amerika, Musik dan Seni, akan tetapi saya tidak pernah mengenal siapa Tuhan saya!” Begitulah

sumber : klik


Prophet Muhammad (peace be upon him–pbuh) decided to leave Mecca because the Meccan chiefs had taken action to kill him at his home. It was the year 622 C.E. As for the choice of migrating to Medina (known as Yathrib at that time), the decision was made easier by the second ‘Pledge of Aqaba’ made a year before on the occasion of the annual rites of pilgrimage. The pledge was made by seventy-three men and two women of Khazraj and Aws communities of Medina. They had accepted Islam and wanted to invite the Prophet to migrate to Medina. Their motivation for this move, apart from recognizing him as the Prophet, the trustworthy, and the best in conduct in Mecca, was to bring peace and security between the Khazraj and Aws. They were often at war with each other and the Battle of Bu’ath had shattered their strength completely. They desperately needed a leader who could be trusted by both communities and bring peace in Medina. As part of the pledge, they were to protect the Prophet as they would protect their women and children if he were attacked by the Meccans.

Among the people in Medina, there was a small community (three tribes) of Jews with Arab communities constituting the majority of the population. Because of war going on for several generations, the resources of the Arabs were depleted and their influence in Medina was dwindling. The Jews were traders and many of them used to lend money at exorbitant interest. The continuing wars boosted their economy and personal wealth.

The immediate result of the Prophet’s migration to Medina was peace and unity between the communities of Aws and Khazraj. The Prophet (pbuh), motivated by the general welfare of citizens of Medina, decided to offer his services to the remaining communities including the Jews. He had already laid down the basis for relationship between the Emigrants from Mecca (known as Muhajirin) and Medinites (known as the Ansar, the helpers).

The Treaty between Muslims, non-Muslim Arabs and Jews of Medina was put in writing and ratified by all parties. It has been preserved by the historians. The document referred Muhammad (pbuh) as the Prophet and Messenger of God but it was understood that the Jews did not have to recognize him as such for their own religious reasons. The major parts of the document were:

“In the Name of Allah (the One True God), the Compassionate, the Merciful. This is a document from Muhammad, the Prophet, governing the relation between the Believers from among the Qurayshites (i.e., emigrants from Mecca) and Yathribites (i.e., residents of Medina) and those who followed them ad joined them and strived with them. They form one and the same community as against the rest of men.
“No Believer shall oppose the client of another Believer. Whosoever is rebellious, or seeks to spread injustice, enmity or sedition among the Believers, the hand of every man shall be against him, even if he be a son of one of them. A Believer shall not kill a Believer in retaliation of an unbeliever, nor shall he help an unbeliever against a Believer.

“Whosoever among the Jews follows us shall have help and equality; they shall not be injured nor shall any enemy be aided against them… No separate peace will be made when the Believers are fighting in the way of Allah… The Believers shall avenge the blood of one another shed in the way of Allah… Whosoever kills a Believer wrongfully shall be liable to retaliation; all the Believers shall be against him as one man and they are bound to take action against him.

“The Jews shall contribute (to the cost of war) with the Believers so long as they are at war with a common enemy. The Jews of Banu Najjar, Banu al-Harith, Banu Sa’idah, Banu Jusham, Banu al-Aws, Banu Tha’labah, Jafnah, and Banu al-Shutaybah enjoy the same rights as Banu Aws.

“The Jews shall maintain their own religion and the Muslims theirs. Loyalty is a protection against treachery. The close friends of Jews are as themselves. None of them shall go out on a military expedition except with the permission of Muhammad, but he shall not be prevented from taking revenge for a wound.

“The Jews shall be responsible for their expenses and the Believers for theirs. Each, if attacked, shall come to the assistance of the other.

“The valley of Yathrib (Medina) shall be sacred and involiable for all that join this treaty. Strangers, under protection, shall be treated on the same ground as their protectors; but no stranger shall be taken under protection except with consent of his tribe… No woman shall be taken under protection without the consent of her family.

“Whatever the difference or dispute between the parties to this covenant remains unsolved shall be referred to Allah and to Muhammad, the Messenger of Allah. Allah is the Guarantor of the piety and goodness that is embodied in this covenant. Neither the Quraysh nor their allies shall be given protection.

“The contracting parties are bound to help one another against any attack on Yathrib. If they are called to cease hostilities and to enter into peace, they shall be bound to do so in the interest of peace; and if they make a similar demand on Muslims it must be carried out except when the war is against their religion.

“Allah approves the truth and goodwill of this covenant. This treaty shall not protect the unjust or the criminal. Whoever goes out to fight as well as whoever stays at home shall be safe and secure in this city unless he has perpetrated an injustice or committed a crime… Allah is the Protector of the good and God-fearing people.”

The first written constitution of a State ever promulgated by a sovereign in human history emanated from the Prophet of Islam. It was enacted from the first year of Hijrah (622 C.E.). The treaty stipulated a city state in Medina, allowing wide autonomy to communities. Private justice was to be banished. The head of the State had the perogative to decide who should participate in an expedition, the war and peace being indivisible. Social insurance was to be instituted.

The name Yathrib was changed to Medinat-un-Nabawi, meaning the ‘City of the Prophet’ soon after he migrated there. The use of only the first word in that name (i.e., Medina) became popular later.

History does not record much as to when first Jewish migration from north to Yathrib (Medina) began as their numbers remained small throughout their stay there. Among the major reasons for their settlements in Arabia were: the relative peace and security in north Arabia with orchards and gardens; the Arab trade route linking Yemen, Arabia, Syria and Iraq; and continuing tensions resulting from wars between the Romans and Persians in the area around the Holy Land. Some of the learned men among the Christians and Jews had also moved to this area based on their conviction that the advent of the final Prophet of God was near, who was to settle in this area. Bahira, the monk, and Salman, the Persian, were some of the people who moved to the caravan route to or near this area. Salman was told by his last Christian sage:

“He will be sent with the religion of Abraham and will come forth in Arabia where he will emigrate from his home to a place between two lava tracts, a country of palms. His Signs are manifest: he will eat of a gift but not if it is given as alms, and between his shoulders is the seal of prophesy.”
Yathrib was the only city fitting this description.

Salman (ra) was born ito a Zoroastrian family of Isfahan, Perisa. He became a Christian as a young boy and traveled to Syria in search of truth about God and associated himself with the Bishop of Mosul and after the Bishop’s death to several other Christian sages. On one of his travels to Gulf of ‘Aqaba, north of the Red Sea, he was sold to a Jew as a slave by his caravan leader. Salman (ra) was then sold again to a Jew of Banu Quraizah in Yathrib just before Prophet Muhammad’s migration.

After confirming these signs, Salman (ra) accepted Islam and, due to his sincerity and dedication to Islam, he was accepted by the Prophet as ‘one of the Prophet’s household.’ It was on his advice a trench was dug around Medina. The trench (in the ‘Battle of Ahzab’, also known as the ‘Battle of the Trench’) took the Meccan army by surprise and they and their confederates (Arabs and Jews) could not accomplish the plan of wiping out Islam and Muslims of Medina.

================================================

A research professor of the Apostleship of Prophet Muhammad

Dr. Islamul Haq, PhD, D.D. was a very high Hindu priest (Achariya Mahant Dr. Saroopji Maharaj). He studied 10 great religions of the world in their original form at the Oxford University of UK and received two doctorate degrees. He said that “the Holy Books of all great religions of the world, except Jainism and Buddhism, have the names ‘Allah’ and ‘Muhammad’ in them. Prophet Muhammad is the only prophet mentioned in most of the Holy Books of the world.”

The Vedanta of Atharva Veda says: “Assya illale mitra baruna raja….” Translation: “Just at that time, a personage by the name ‘Mohammad’ will appear with his followers in a desert country. O Lord of the desert, O Teacher of the world, Praise be to You. You know many ways to destroy the evils of the world. O the Holy One, I am Your servant; please let me have a place at Your feet.”

Zend Avesta, part one, translated by Max Muller, pg. 260: “O Spetame Zarathustra, I proclaim that Holy Ahmad will surely arrive. You will receive from him holy words, holy thoughts, righteous deeds, and pure religion.” In the Holy Qur’an, the second name of Muhammad is given as Ahmad (61:6).

Dasateer, translated by A.H. Vidyarthi, pg. 47: “When the Persians will forget their religion and will plunge into extreme moral degradation, a great holy man will arrive into the Arab land. His followers will defeat the Persians. Instead of worshipping ‘fire’ in their temples, they will then pray facing the temple built by Abraham. The followers of that great holy man will be like blessings to the people of the world.” Soon after Muhammad (peace be upon him) died, his followers did defeat the Persians. The Persians accepted Islam in great multitudes and started to pray facing the House of God, Ka’ba, built by Prophet Abraham (peace be upon him).

related info : klik



TEMANGGUNG – Ulah Pendeta Antonius Rechmon Bawengan ini sungguh keterlaluan dan biadab. Secara terang-terangan, pendeta berdarah Manado ini menyebarkan buku dan selebaran hujatan terhadap Islam.

Di kampung orang, pendeta kelahiran 58 tahun silam ini menyebarkan dua buku berjudul “Ya Tuhanku Tertipu Aku” dan buku “Saudara Perlukan Sponsor (3 Sponsor, 3 Agenda dan 3 Hasil)” yang penuh dengan pelecehan Islam, antara lain: menghina Allah dan Nabi Muhammad sebagai Pembohong; ibadah haji adalah simbol kemesuman Islam; Hajar Aswad adalah simbol dari –maaf– vagina; tugu Jamarat di Mina adalah simbol dari –maaf– kemaluan laki-laki; umat Islam yang shalat Jum’at di masjid sama dengan menyembah dewa Bulan karena di atas kubah masjid terdapat lambang bulan-bintang; Islam agama bengis dan kejam; dan masih banyak lagi hujatan lainnya. Yang lebih menyesatkan lagi, Pendeta Antonius menukil ayat-ayat Al-Qur’an dalam hujatan-hujatan tersebut.

Inilah kronologis kasus penodaan agama ini:

SABTU, 23 OKTOBER 2010

Pendeta Antonius menginap di rumah saudaranya di Dusun Kenalan, Desa/Kecamatan Kranggan, Kabupaten Temanggung. Ia hanya semalam menginap di tempat itu untuk melanjutkan perjalanan ke Magelang. Namun waktu sehari tersebut digunakan untuk membagikan buku dan selebaran berisi tulisan yang menghina umat Islam.

Pagi hari pukul 08.00, Antonius menyebarkan dua buku berjudul “Ya Tuhanku Tertipu Aku” dan buku “Saudara Perlukan Sponsor (3 Sponsor, 3 Agenda dan 3 Hasil).” Modusnya, dua judul buku tersebut diletakkan begitu saja di halaman rumah warga setempat, termasuk di halaman rumah Bambang Suryoko.

Karena isi buku-buku itu meresahkan masyarakat, maka Bambang Suryoko didukung warga lain dan sejumlah organisasi kemasyarakatan melaporkan Pendeta Antonius ke polisi, yang ditindaklanjuti dengan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.

….Di kampung orang, pendeta berdarah Manado ini menyebarkan buku Kristen yang menghina Allah dan Nabi Muhammad sebagai Pembohong; ibadah haji adalah simbol kemesuman Islam; umat Islam yang shalat menyembah dewa Bulan, dll….

SELASA, 26 OKTOBER 2010

Buntut dari tulisan yang memancing emosi umat Islam ini, Antonius ditahan di Polres Temanggung sejak 26 Oktober 2010. Pria yang KTP-nya tercatat sebagai warga Kelurahan Pondok Kopi, Duren Sawit Jaktim ini didakwa melakukan tindakan penistaan agama. Ia dijerat dengan ketentuan pasal 156 huruf a KUHP (primer), dan pasal 156 KUHP (subsider), dengan ancaman hukuman penjara selama 5 tahun.

KAMIS, 20 JANUARI 2011

Sidang di Pengadilan Negeri (PN) Temanggaung, Kamis (20/1/2011) berlangsung nyaris ricuh. Agenda dalam sidang yang dipimpin Dwi Dayanto SH itu mendengar keterangan tiga saksi, yaitu Fahrurazi, Ketua RT Dusun Kenalan Kecamatan Kranggan, dan dua warganya yakni Bambang Suryoko dan Agus Adi Cahyono.

Ribuan umat Islam Temanggung mendatangi pengadilan untuk menghadiri sidang kasus penistaan agama atas terdakwa Pendeta Antonius dengan agenda pemeriksaan saksi.

Pengunjung sidang menudingkan jari telunjuk ke arah terdakwa dan terus meneriakkan kalimat kecaman yang menyebut terdakwa merupakan teroris yang sebenarnya, sehingga harus dibunuh atau dihukum mati. Majelis hakim berulang kali mengetukkan palu meminta pengunjung sidang diam untuk mendengarkan keterangan para saksi.

Namun massa yang marah tidak menghiraukannya. Mereka terus saja mencaci dan meneriaki terdakwa. Bahkan saat polisi yang berjaga di ruangan sidang mencoba menenangkan kemarahan pengunjung, massa tetap tidak mengindahkannya dan terus berteriak.

Seusai persidangan, massa langsung berhamburan berusaha menyerang terdakwa. Saat terdakwa keluar ruang sidang, Antonius langsung disasar sejumlah massa. Antonius pun dipukuli sehingga wajah dan bahunya mengalami memar-memar. Namun polisi segera mengamankannya meninggalkan ruang sidang.

….Dalam buku Kristen yang disebarkan Pendeta Antonius, Hajar Aswad dilecehkan sebagai simbol vagina; tugu Jamarat di Mina dihina sebagai simbol dari kemaluan laki-laki….

Aksi kejar dan baku pukul berlanjut kala terdakwa dimasukkan ke mobil tahanan. Kalah jumlah personel, polisi berkali-kali mengeluarkan tembakan peringatan ke udara. Polisi berusaha membubarkan massa.

KAMIS, 27 JANUARI 2011

Pekan berikutnya, Kamis (27/1/2011) sidang lanjutan kembali digelar dengan agenda mendengarkan keterangan para saksi, termasuk saksi ahli dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Untuk mengamankan jalannya sidang, kepolisian menerjunkan 1 SSK lengkap dengan 2 mobil Barracuda, water canon dan pasukan anti huru-hara (PHH).

Prosesi persidangan berlangsung lancar dan tanpa ada kericuhan apapun. Berkali-kali pekikan takbir bergema di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Kabupaten Temanggung. Ketertiban para pengunjung sidang yang terdiri dari berbagai elemen kaum muslimin masih terkendali.

Namun di saat sidang dinyatakan selesai dan akan dilanjutkan pekan depan, sontak massa berlarian menghampiri tersangka Pendeta Antonius yang secepat kilat dilindungi oleh aparat kepolisian. Massa menjadi beringas saat menyaksikan petugas menyelamatkan tersangka ke dalam mobil Barracuda. Mereka berlarian mengejar dan mengepung sekitar gedung pengadilan, namun petugas berhasil melarikan si penghujat itu.

Puluhan massa yang tidak sabar dan geram mendengar ulah pendeta penghujat itupun melampiaskan kemarahan mereka dengan melakukan sweeping di seluruh ruangan gedung pengadilan negeri Temanggung. Tak berhasil menemukan si penghujat, massa pun berbondong-bondong menuju ke Lembaga Pemasyarakatan Temanggung untuk mencari tersangka. Namun hasilnya nihil dan mereka pun melampiaskan kemarahan mereka dengan merusak deretan sepeda motor di depan LP Temanggung.

….Islam dituding sebagai agama bengis dan kejam. Yang lebih menyesatkan lagi, Pendeta Antonius menukil ayat-ayat Al-Qur’an dalam hujatan-hujatan tersebut….

SENIN, 8 FEBRUARI 2011

Sidang keempat digelar dengan agenda pembacaan tuntutan. Dalam tuntutan yang dibacakan Jaksa Siti Mahanim, terdakwa Antonius dituntut 5 tahun penjara dipotong masa tahanan. Jaksa berdalih, hukuman maksimal tersebut sesuai ancaman yang tertuang dalam Pasal 156 KUHP tentang penistaan agama.

Massa dari sejumlah ormas Islam merasa tuntutan tersebut sangat mengecewakan. Tuntutan jaksa itu dinilai tidak setimpal dengan penghujatan pendeta terhadap Allah, Nabi Muhammad dan syariat Islam. Maka lahirlah kerusuhan yang meluas hingga ke luar pengadilan. Akibat kerusuhan ini, dua orang aktivis Muslim terkapar akibat tembakan peluru karet polisi, beberapa unit sepeda motor dan satu unit mobil Dalmas milik Polres Temanggung dibakar massa. Selain itu beberapa fasilitas gereja di sekitar PN Temanggung jadi sasaran amuk massa.

Penghujatan agama yang dilakukan pendeta harus dibayar mahal dengan rusaknya fasilitas umum dan terkoyaknya hubungan antarumat beragama. Biang kerok kerusuhan antarumat beragama adalah Pendeta perovokator Antonius Richmon Bawengan

sumber : klik