Arsip untuk Juli, 2018

Pseudosciene

Posted: Juli 16, 2018 in Kasih Tuhan

Belakangan ini, di kalangan masyarakat kembali merebak sebuah sudut pandang yang menegaskan bahwa segala hal telah disebutkan dalam Al Quran, atau sekurang-kurangnya berusaha “menegaskan posisi Islam dalam sejarah”. Perseteruan bumi datar, “hadis-hadis obat herbal”, gerakan anti-vaksin, bahkan yang baru ini: soal kerajaan Majapahit sebagai kerajaan Islam dan Gaj Ahmada.Wah. Seolah-olah semua harus Islam dan Islam yang paling menjayakan umat.

Ada beberapa orang yang selalu berfikir bahwa peradaban besar pasti berasal dari Islam. Peradaban lain hanyalah catatan kaki: perlu, tapi hanya dikutip. Pokoknya Islam sebagai model kejayaan. Semua hal hebat pasti dari Islam. Dan jadilah, dengan modal semacam itu, rupa-rupa pseudoscience, hal-hal yang dikesankan sebagai sains dan ilmiah itu itu mencuri hati masyarakat.

Semisal ada ayat dalam kitab suci atau pun sabda Rasulullah Saw. yang menyebutkan suatu material di alam, atau hal-hal kecil seperti soal makanan dan minuman, maka orang-orang tersebut dan yang telah percaya bahwa “apa yang dikatakan nabi dan orang suci adalah benar” akan mempercayai bahwa bahan seperti madu, jinten hitam, rumput fatimah, kurma, dan banyak lainnya memiliki dampak yang cukup besar pada tubuh.

Mari kita contohkan tentang pengobatan. Beberapa ulama besar, seperti Imam al Bukhari, Imam Muslim, Imam asy-Syafii, dan lainnya menyebutkan bab khusus yang membahas kesehatan dalam karyanya. Anda dapat menemui tulisan tentang kesehatan dalam kitab hadis maupun fikih. Contoh, dalam kitab Shahih al-Bukhari terdapat bab hadis-hadis Kesehatan. Melalui itu, kita tahu bagaimana Nabi berobat, cara makan beliau dan sebagainya.

Maka, artikan saja bahwa hal-hal yang dilakukan Rasul seperti berobat itu sebenarnya tak jauh berbeda seperti pengobatan tradisional kita. Dengan menyadari keadaan nabi sebagai manusia yang memiliki latar belakang budaya, maka anda akan mengetahui bahwa perobatan sejak masa dahulu menggunakan materi alam yang sudah umum di sekitar masyarakat itu.

Di Jawa contohnya kencur. Ibu-ibu dahulu, ketika anaknya demam, kerap mencampurkan kencur dan kunir sebagai ramuan anaknya. Kata sebagian orang, “Ah, itu tidak sunnah. Sunnah Nabi pakai habbatus sauda’, kurma, madu…” lalu, “Coba, beli produk saya…”

Bukan berarti penulis bermaksud menentang apa yang dilakukan Nabi sebagaimana dalam berbagai hadis itu. Namun, di tengah arus teknologi dan keilmuan yang gila-gilaan saat ini, ternyata masih ada orang-orang yang mengerahkan semangatnya untuk kembali ke zaman lampau. Atau, membawa mimpi-mimpi kebangkitan Islam hanya dengan pembuktian yang lemah, argumen dan asumsi-asumsi dengan data yang dibikin sesuai.

Bukankah ilmu berkembang karena kesadaran diri atas rasa ketidaktahuan dan sikap menerima kebenaran dari manapun asalnya?

Banyak orang bijak mengatakan, bahwa sains adalah hal relatif. Penelitian hari ini berbeda dengan yang terbukti di masa lampau. Teori sekarang belum tentu relevan dengan di masa depan. Kita bisa sepakat dengan hal ini.

Nah, tapi persepsi ini malah dijadikan alasan untuk menggoyang argumen yang mapan, tentang sejarah Indonesia, tentang sejarah-sejarah dunia, penemuan-penemuan yang mengubah peradaban, konsepsi yang mapan tentang alam semesta dan biologi, yah, hanya karena disebutkan ada ayat Al-Quran-nya, ada hadis-nya. Lalu dicari fakta-fakta, dipelintir, agar sesuai dengan apa yang diyakini dan apa yang diingini.

Di satu sisi, hal ini berkesan sangat ilmiah dan provokatif. Hal-hal mencengangkan semacam ini selalu diminati. Cocok atau relevan sebagai pengetahuan, itu urusan lain. Kesan dan semangat menunjukkan Islam ke permukaan menjadi berkesan memalukan. Semangat keilmuan sebagai proses mencari pengetahuan hanya menjadi bingkai kepada keyakinan-keyakinan.

Anda perlu mengingat sabda Rasulullah Saw. dalam sebuah hadis. Dikisahkan pernah berkunjung ke suatu kaum. Beliau memberitahukan cara untuk menanam kurma. Para sahabat mengikuti karena kepercayaannya pada Nabi. Hal itu dilaksanakan.

Usut punya usut, cara itu gagal. Seorang sahabat memberitahu Nabi cara penanaman kurma dengan metode yang lain, yang sudah dijalankan sejak lama di masayarakat, dan berhasil. Nabi pun bersabda “Kalian lebih tahu soal persoalan dunia kalian,”.

Memahami hal ini, ilmu harus didasari dengan semangat keterbukaan. Pada dasarnya ilmu tidak mengenal batas-batas keyakinan agama maupun akidah. Lingkungan ilmiah yang baik dibangun dengan keinginan untuk menekuni penelitian, melepaskan dogma dan inklusivitas. Mari kita lebih teliti, mencermati dan tidak mudah terseret arus “pura-pura sains” yang terkesan asyik tapi meracuni pikiran dan hanya menambah berisik. Wallahu A’lam. Sumber

Sumber

About Harun Yahya

Posted: Juli 16, 2018 in Kasih Tuhan

Penangkapan Adnan Oktar atau lebih dikenal dengan nama Harun Yahya oleh otoritas Turki membuat publik, khususnya muslim, terkaget-kaget. Betapa tidak, namanya begitu harum di kalangan muslim Indonesia dengan pelbagai dakwah yang memadukan antara sains (atau seolah-olah sains: pseudosains ) yang dihubungkan dengan tafsir agama plus audiovisual yang cukup keren. Sosoknya dielu-elukan dan dianggap sebagai representasi muslim modern: jago sains, pinter agama.

Begitu terkenalnya Harun Yahya sampai-sampai banyak yang menganggapnya sebagai ilmuwan muslim berpengaruh. Bahkan, banyak sekali yang menjadikan video-video yang tersebar di youtube dan media sosial itu sebagai bahan pembelajaran di sekolah atau halaqoh-halaqoh.

Tidak percaya? Anda bisa dengan gampang saja menemukan Harun Yahya dan pelbagai hal tentangnya dijajakan di lapak-lapak penjual kaset atau di pengajian-pengajian, berjejer dengan video pengajian ustadz atau kiai yang sedang ceramah. Video Harun Yahya ini menjadi salah satu yang paling laris diburu oleh para jamaah atau mereka yang ingin tahu tentang pembenaran islam dan sains.

Itulah persoalan terbesarnya, kebanyakan umat islam justru percaya kepada ‘seolah-olah sains’yang dibuat Harun Yahya ini. Ia dianggap melawan pelbagai narasi dan teori dalam dunia sains yang sudah diverifikasi dan bertahan lama. Dalam sains, tentu saja mengenal perdebatan dan bakal melahirkan teori-teori. Dan tentu saja teori-teori ini nantinya akan saling membantah. Siapa yang kuat metodologi, data, argumentasi dan fakta tentunya bakal bertahan lama sebagai sebuah ilmu pengetahuan.

Tapi, apa yang dilakukan Harun Yahya justru tidak menampakkan hal tersebut.Bahkan, Harun Yahya, cenderung mencampuradukkan antara fakta teologis (tafsir, hadis dll) dan berusaha dicocok-cocokkan dengan teori. Salah satu yang paling terkenal adalah usaha Harun Yahya untuk membongkar teori evolusi sosial dari Charles Darwin tentang penciptaan alam dan proses pembentukan manusia. Bahkan, menurut laporan Guardian, ia sempat menentang para ilmuwan tentang ini.

Klaim atas bantahan inipula yang membuat Harun Yahya terkenal, plus ia melakukan persebaran gagasan ini, baik berupa buku, video bahkan TV dengan sangat masif dengan jejaring penerbitan yang juga kreatif, bahkan dengan gampang bisa diunduh gratis. lambata laun, pengaruh Harun Yahya pun tersebar di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Di negeri ini pula kita mengenal istilah cocokologi, sesuatu yang tampak sama dan dihubung-hubungkan untuk sebuah pembenaran atas suatu hal. Dan, tentu saja, hal ini ilusi semata dan tidak ilmiah. Dalam dunia sains kita mengenal pseudoscience (ilmu semu) atau seolah-olah itu sains padahal bukan. ilmu semu ini tampak ilmiah tapi sebenarnya tidak mengikuti standar untuk bisa dikatakan ilmiah karena meniadakan metode ilmiah sebagai pijakannya.

Faktanya, Harun Yahya tidak memiliki background studi biologi yang relevan dengan apa yang dikritiknya. Bahkan, ia kerap menjadi bahan olok-olok para ilmuwan lain yang menggeluti studi evolusi. Hal itu belum lagi argumentasinya tentang Holocaust–ia menolaknya dengan sangat keras dan masih banyak lagi yang lainnya.

Pertanyaan penting bagi kita: apa karena Harun Yahya seorang muslim maka dengan mudah kita percaya apa yang ia katakan? Atau karena justru kita yang kehilangan inspirasi dari sosok-sosok muslim kontemporer yang berjasa bagi dunia sains dan islam. Atau, kita sebagai muslim kian merasa inferior dengan sains yang memang harus diakui diambil alih peradaban Barat. Otokritik ini penting bagi kita umat muslim biar tidak terjebak hal yang sama, seperti halnya keterjebakan kita kepada sosok Harun Yahya dan retorika ilmiah yang dibuatnya.

Padahal, kalau mau sedikit berusaha, kita bisa denggan gampang menemukan ilmuwan-ilmuwan muslim lain. Anda tinggal menjentikkan jari di google dan berjumpa dengan banyak pemikir dan ilmuwan muslim lainnya yang benar-benar menjadi ilmuwan, bukan seolah-seolah menjadi ilmuwan seperti Harun Yahya.

Sumber

Milad KH.SAS

Posted: Juli 3, 2018 in Kasih Tuhan

https://www.instagram.com/p/BkwyUqkHniN/